Rewrite of 2013's Short Story
Pada suatu hari, ada sepasang kekasih—mereka adalah Bryan dan Ariana. Keduanya sudah menjalin hubungan selama enam bulan lebih. Namun, Bryan harus menerima kenyataan pahit kalau Ariana divonis menderita leukemia atau kanker darah.
Di sore hari, Bryan bermain futsal bersama teman-temannya. Saat itu pula, ia mendapat kabar kalau Ariana masuk rumah sakit lagi. Ya, Ariana memang langganan masuk rumah sakit karena kanker darah yang diidapnya itu. Bryan langsung pamit kepada teman-temannya dan menyusul Ariana ke rumah sakit khusus untuk penderita kanker.
Setibanya disana, Bryan langsung mencari Ariana ke ruang inap. Begitu ia menemukan Ariana, perempuan itu sedang terbaring lemah di atas tempat tidur. Ternyata Ariana sempat mimisan sebelum ia pingsan. Di sebelah tempat tidur Ariana, ada ibunya Ariana yang selalu menemani Ariana menjalani masa-masa sulitnya.
"Dia mimisan tadi, bahkan pingsan" kata ibunya Ariana.
Menyadari kehadiran Bryan, ibunya Ariana pamit sebentar untu keluar dan meminta Bryan untuk menjaga Ariana. Bryan pun menyanggupinya.
"Bryan?" tanya Ariana yang ternyata sudah sadar.
Ariana hendak bangun namun Bryan menyuruhnya untuk tetap berbaring saja.
"Syukur kamu tidak kenapa-kenapa. Aku khawatir banget sama kamu" kata Bryan.
Ariana hanya tersenyum. Lalu, kembali memejamkan matanya.
Bryan memperhatikan Ariana, perempuan itu sudah berbeda semenjak divonis menderita penyakit mematikan itu. Tidak seceria dulu lagi.
---
Beberapa hari kemudian, Ariana datang ke rumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Itu adalah hal rutin yang harus ia lakukan untuk sembuh.
Saat ia sedang berada di ruang tunggu, tiba-tiba saja perhatiannya tertuju pada jasad yang sudah berada di atas brankar yang didorong oleh beberapa orang menuju ambulans yang sudah terparkir di pelataran rumah sakit.
Ariana tahu siapa dibalik kain putih itu. Saat ia keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, ia bertemu dengan sosok perempuan yang masih berusia 10 tahun bersama dengan ibu dari perempuan itu. Keduanya sempat berinteraksi, bahkan perempuan itu memberi semangat kepada Ariana untuk tidak menyerah dengan penyakit mematikan itu.
Perempuan itu sudah pergi menghadap Sang Pencipta. Perjuangannya sudah berakhir. Setiap kali Ariana melihat anak seusianya yang sudah berhenti berjuang melawan penyakitnya, Ariana selalu membayangkan jika sewaktu-waktu ia yang berada di posisi itu. Ditangisi banyak orang karena kehilangan.
Akibat dari kemoterapi yang dilakukan Ariana adalah perlahan rambut tebal perempuan itu menipis. Ariana yakin tak lama lagi ia akan botak seperti kebanyakan orang.
---
Keesokan harinya, Ariana masuk rumah sakit lagi.
Ia harus dirawat lagi sebagaimana biasanya. Di dalam ruang inap itu, ada ibunya yang selalu menemaninya juga Bryan. Ariana merasa beruntung Bryan selalu ada di sampingnya juga.
Malam harinya, Ariana melaksanakan sholat isya. Meskipun tubuhnya sudah dipenuhi alat-alat medis. Setelah itu ia pamit untuk tidur karena mengantuk.
Bryan sedikit heran karena kali ini Ariana tidur sambil memeluk Al-Qur'an yang biasa ia baca sehabis sholat. Bahkan ibunya Ariana pun heran karena Ariana tak pernah tidur sambil memeluk kitab suci itu.
Dan bayangan Bryan selama beberapa bulan ini terjadi, tiba-tiba saja monitor itu menampilkan garis lurus dengan bunyi tak berjeda.
Ariana telah pergi malam itu.
Perjuangannya sudah berakhir.
Tidak ada yang bisa dilakukan Bryan selain menangisi kepergian Ariana. Baginya Ariana adalah cinta sejatinya. Karena di saat tersulit Ariana, ia tak berniat meninggalkan perempuan itu.
Di sore hari, Bryan bermain futsal bersama teman-temannya. Saat itu pula, ia mendapat kabar kalau Ariana masuk rumah sakit lagi. Ya, Ariana memang langganan masuk rumah sakit karena kanker darah yang diidapnya itu. Bryan langsung pamit kepada teman-temannya dan menyusul Ariana ke rumah sakit khusus untuk penderita kanker.
Setibanya disana, Bryan langsung mencari Ariana ke ruang inap. Begitu ia menemukan Ariana, perempuan itu sedang terbaring lemah di atas tempat tidur. Ternyata Ariana sempat mimisan sebelum ia pingsan. Di sebelah tempat tidur Ariana, ada ibunya Ariana yang selalu menemani Ariana menjalani masa-masa sulitnya.
"Dia mimisan tadi, bahkan pingsan" kata ibunya Ariana.
Menyadari kehadiran Bryan, ibunya Ariana pamit sebentar untu keluar dan meminta Bryan untuk menjaga Ariana. Bryan pun menyanggupinya.
"Bryan?" tanya Ariana yang ternyata sudah sadar.
Ariana hendak bangun namun Bryan menyuruhnya untuk tetap berbaring saja.
"Syukur kamu tidak kenapa-kenapa. Aku khawatir banget sama kamu" kata Bryan.
Ariana hanya tersenyum. Lalu, kembali memejamkan matanya.
Bryan memperhatikan Ariana, perempuan itu sudah berbeda semenjak divonis menderita penyakit mematikan itu. Tidak seceria dulu lagi.
---
Beberapa hari kemudian, Ariana datang ke rumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Itu adalah hal rutin yang harus ia lakukan untuk sembuh.
Saat ia sedang berada di ruang tunggu, tiba-tiba saja perhatiannya tertuju pada jasad yang sudah berada di atas brankar yang didorong oleh beberapa orang menuju ambulans yang sudah terparkir di pelataran rumah sakit.
Ariana tahu siapa dibalik kain putih itu. Saat ia keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu, ia bertemu dengan sosok perempuan yang masih berusia 10 tahun bersama dengan ibu dari perempuan itu. Keduanya sempat berinteraksi, bahkan perempuan itu memberi semangat kepada Ariana untuk tidak menyerah dengan penyakit mematikan itu.
Perempuan itu sudah pergi menghadap Sang Pencipta. Perjuangannya sudah berakhir. Setiap kali Ariana melihat anak seusianya yang sudah berhenti berjuang melawan penyakitnya, Ariana selalu membayangkan jika sewaktu-waktu ia yang berada di posisi itu. Ditangisi banyak orang karena kehilangan.
Akibat dari kemoterapi yang dilakukan Ariana adalah perlahan rambut tebal perempuan itu menipis. Ariana yakin tak lama lagi ia akan botak seperti kebanyakan orang.
---
Keesokan harinya, Ariana masuk rumah sakit lagi.
Ia harus dirawat lagi sebagaimana biasanya. Di dalam ruang inap itu, ada ibunya yang selalu menemaninya juga Bryan. Ariana merasa beruntung Bryan selalu ada di sampingnya juga.
Malam harinya, Ariana melaksanakan sholat isya. Meskipun tubuhnya sudah dipenuhi alat-alat medis. Setelah itu ia pamit untuk tidur karena mengantuk.
Bryan sedikit heran karena kali ini Ariana tidur sambil memeluk Al-Qur'an yang biasa ia baca sehabis sholat. Bahkan ibunya Ariana pun heran karena Ariana tak pernah tidur sambil memeluk kitab suci itu.
Dan bayangan Bryan selama beberapa bulan ini terjadi, tiba-tiba saja monitor itu menampilkan garis lurus dengan bunyi tak berjeda.
Ariana telah pergi malam itu.
Perjuangannya sudah berakhir.
Tidak ada yang bisa dilakukan Bryan selain menangisi kepergian Ariana. Baginya Ariana adalah cinta sejatinya. Karena di saat tersulit Ariana, ia tak berniat meninggalkan perempuan itu.
---
Cerita ini hanyalah sebuah cerita pendek yang saya tulis di tahun 2013 dan hanya membutuhkan durasi selama kurang lebih satu jam. Namun tetap saja, berhasil membuat saya menangis sendiri.
Saat itu, saya terinspirasi membuat cerita ini atas kisah seorang fans CJR yang meninggal dunia karena penyakit leukemia yang dideritanya. Detik-detik terakhir almarhumah sebelum meninggal sama seperti cerita ini—pamit tidur, peluk Al-Qur'an, lalu pergi.
Semoga Almh. Aiyra diterima di sisi-Nya. Aamiin.
0 comments